(@nTansss)
Ini bunga origamiku yang pertama, warnanya merah muda. Aku melipatnya dengan sangat hati-hati dan teliti. Ke kanan, ke kiri, lalu menekannya sedikit agar ikatannya erat. Setelah siap, aku pun menghiasi bunga itu dengan kelopak dari lipatan origami berwarna merah terang. Tidak lupa kuselipkan batang yang panjang di bawahnya agar bunga itu bisa kutegakkan.
Bunga origami pertamaku sudah selesai. Aku siap memberikan bunga ini padanya. Shi Wan oppa (kakak lelaki), tunggu aku...
Ah, aku lupa. Namaku Ji Wan, Baek Ji Wan. Aku bekerja sebagai tenaga kreatif di stasiun televisi kabel khusus saluran musik. Aku satu-satunya wanita yang paling cerdas dalam hal kreativitas program acara musik yang bisa disaksikan para pecinta musik yang berlangganan televisi kabel perusahaanku. Aku biasa bekerja tidak kenal waktu, dari pagi hingga pagi lagi. Namun tidak jarang aku punya waktu luang untuk me-refresh-kan otakku agar daya kreativitasku tetap ada. Dan satu hal menurut teman-temanku yang kumiliki sebagai kelebihan, aku orang yang selalu ceria dan bersemangat.
Seperti hari ini.
Hari di mana aku memutuskan untuk mulai menyukainya, Shi Wan oppa. Dia adalah saxophonist di tempatku bekerja, dia baru bergabung bersama kami selama dua minggu.
Orangnya sangat pendiam, aku bahkan tidak pernah melihatnya berbicara dengan seorang wanita pun secara serius kecuali pada Doo Ri onnie (kakak perempuan), salah satu produser acara musik kami. Itu pun mengenai hal pekerjaan. Sisanya, dia hanya berbicara pada laki-laki. Aku bahkan sempat berpikir kalau Shi Wan oppa adalah seorang gay. Tapi syukurlah, dugaanku salah. Shi Wan oppa lelaki sejati, dia normal. Aku menyadarinya saat tidak sengaja aku menemukan foto mantan pacar Shi Wan oppa di homepage miliknya, saat iseng mencari tahu tentang dirinya.
Syukurlah.
Aku sudah siap dengan bunga origamiku. Pagi ini, misi pertamaku seharusnya berhasil.
Selesai mengenakan make up merah muda natural, aku siap meninggalkan apartemenku di kawasan distrik Itaewon, menuju tempatku bekerja di kawasan Rodeo Apgujeong. Tidak terlalu jauh. Makanya aku tidak pernah mengendarai mobilku ke sana. Aku senang dengan menggunakan bus. Menikmati udara Seoul yang mulai berpolusi, tapi aku mencintai kota ini. Kota terbaik sepanjang masa.
Menunggu sebentar di halte yang tidak jauh dari apartemen, akhirnya aku mendapati bus tujuanku. Setengah jam saja, aku sudah tiba di kantor.
Aku menenteng bunga origamiku di sisi kanan tubuhku, takut ketahuan teman-teman lain. Ini misi pertamaku, jadi aku tidak mau gagal.
“Hai, Ji Wan...” Sapa seorang teman.
“Selamat pagi, Jong Hyeok oppa.” Aku menyapanya balik.
“Apa yang kau sembunyikan?” Tanyanya penasaran, sambil menghentikan langkahnya di sampingku. Semula dia ingin ke ruang master control, tapi curiga dengan tingkahku menyembunyikan bunga origami.
“Ah, bukan apa-apa.” Aku mengelak. “Kau lanjutkan pekerjaanmu, aku mau ke studio.” Buru-buru aku mengganti topik, lalu menyudahi pembicaraan kami dan dengan cepat berjalan mencari Shi Wan oppa.
Aku menyusuri lorong-lorong kantorku yang berlantai lima.
Lantai pertama, nihil. Lantai kedua, Shi Wan oppa tidak ada. Lantai ketiga, dia tidak di sini. Lantai keempat, ah itu dia.
Tapi aku tidak boleh ketahuan. Aku memulai menjadi secret admirer-nya, bukan penggemar sungguhan yang nampak di depan mata.
Aku mulai memperhatikan Shi Wan oppa di studio 2 ini. Sepertinya dia akan melakukan tapping untuk acara akhir pekan ini, bersama sebuah grup band yang sedang naik daun di Korea, CN Blue. Selain Shi Wan oppa, masih ada pemain pendukung yang lain di situ.
Lalu aku mulai berpikir, aku harus meletakkan bunga origami ini di mana?
Setelah beberapa saat mataku mencari celah, aku memutuskan untuk menuju sebuah ruang kosong di backstage studio 2. Alhasil, aku menemukan tas saxophon Shi Wan oppa bersama tas-tas lain di atas kursi di dalam ruangan ini.
Sedikit memastikan tidak ada orang lain, kepalaku celingukan. Sepi. Baiklah, misi pertamaku dimulai. Aku pun tidak buang waktu, dan segera meletakkan bunga origami pertamaku di atas tas saxophon Shi Wan oppa yang tertutup.
Berhasil.
“Shi Wan oppa, aku Ji Wan. Selamat menerima bunga-bunga origami ini mulai hari ini, dan hari-hari selanjutnya.” Aku tidak lupa menyematkan sebuah senyuman cantik dalam ucapanku. Aku tahu Shi Wan oppa tidak mendengarnya. Tapi aku cukup terhibur dengan kata-kataku barusan.
Misi keduaku keesokan harinya, harus sukses seperti kemarin.
Entahlah, bagaimana ekspresi Shi Wan oppa saat melihat bunga origamiku kemarin. Aku hanya mampu bermain dengan imajiku sendiri, bahwa dia terkejut tetapi menyukainya.
Bunga origamiku hari ini berwarna merah darah, dengan kelopak berwarna merah muda. Kebalikan hari kemarin. Aku memang sengaja tidak akan membuat bunga origami dengan warna yang sama. Supaya kreasiku tetap bertambah, dan aku tidak akan bosan membuatnya.
Pagi ini semangatku kembali membara, dan mulai mencari keberadaan Shi Wan oppa. Karena hari ini kami ada syuting untuk acara live di studio 1, otomatis aku dan Shi Wan oppa akan bertemu. Dia di depan kamera, dan aku di belakang kamera. Aku bisa fokus melihatnya.
Hidungnya yang setengah mancung, alisnya yang sedikit tebal seperti ulat bulu menempel, matanya yang besar namun tetap menyipit, dan bibirnya yang merekah. Semuanya terlihat begitu sempurna di mataku sekarang. Apalagi dengan kemahirannya meniup saxophon. Dia terlihat seksi dengan melakukan itu. Suara saxophon-nya pun terlihat sangat merdu di telingaku. Padahal, sebelumnya aku tidak pernah menyukai bunyi yang keluar dari alat musik itu karena kuanggap sangat aneh dan membosankan. Tapi sejak Shi Wan oppa yang memainkannya, semuanya terasa sangat berbeda. Terdengar lembut, beat, tapi romantis. Sempurna.
Karena Shi Wan oppa masih sibuk dengan urusan syuting live-nya, aku pun leluasa untuk menemukan tasnya di ruang make-up, tepat di samping pintu belakang studio ini. Dan karena tidak ada orang lain di ruangan ini, aku pun dengan cepat memasukkan bunga origami keduaku di dalamnya. Aku tidak mau orang tahu ada bunga origami jika kuletakkan di atasnya.
Aku berhasil.
Ini sudah tepat satu minggu sejak aku mengirimi Shi Wan oppa bunga-bunga origamiku. Dan semuanya berhasil dengan sempurna. Tapi aku masih belum mengetahui tanggapannya. Meskipun sebenarnya aku penasaran, tapi aku kan secret admirer, jadi aku bertingkah cool saja dengan tidak mencari tahu.
“Ji Wan noona (kakak perempuan), kau dipanggil Shi Wan hyeong (kakak laki-laki).” Beritahu Jin Wook padaku. Dia adalah juniorku di bagian yang sama denganku.
Shi Wan oppa mencariku?
Tanpa pikir panjang, aku segera menemuinya.
Secepat ini sudah ketahuan?
“Iya, ada apa, oppa?” Tanyaku dengan senyuman mengembang. Aku sedikit takut, apa mungkin ini ada hubungannya dengan bunga-bunga origamiku?
“Untuk live besok, tolong buatkan aku rencana setting yang baru dan lebih baik dari saluran televisi lain. Aku mau kita berbeda. Oke?” Perintahnya padaku.
Dia memang terkenal agak sinis seperti ini.
“Baiklah. Tapi kenapa tiba-tiba ingin sesuatu yang berbeda?”
“Pemikiran Cha PD terlalu sederhana, aku ingin sesuatu yang baru. Itu saja.” Oh, rupanya itu karena Cha PD (Program Director). Hampir saja jantungku mau lepas.
“Baik, akan kubuatkan sekarang.” Aku pun pamit pada Shi Wan oppa dan membungkukkan sedikit tubuhku padanya sebagai tanda hormat.
Shi Wan oppa tidak tersenyum, mengucapkan terima kasih, atau sedikit bersuara. Dia diam saja. Sebenarnya oppa ini sakit atau kenapa?
Sesampainya di ruangan kerjaku di lantai dua, aku pun segera mengerjakan apa yang diminta Shi Wan oppa dengan laptop-ku.
Satu jam.
Dua jam.
Rencana setting yang baru untuk besok pun selesai. Aku pun segera mencetaknya dan kembali mencari Shi Wan oppa untuk memberikan detail kreatif ini padanya.
Semoga dia menyukainya.
“Gomawo.” Ucapnya singkat berterima kasih padaku. Dan satu hal, tanpa tersenyum.
Baiklah, tidak apa. “Ya.” Ucapku singkat.
Shi Wan oppa kembali melakukan aktivitasnya semula dengan saxophon-nya. Memainkan bait demi bait lagu-lagu yang akan dimainkannya untuk besok.
Tidak terasa, bunga origamiku untuk hari ini adalah bunga origami ketiga-puluh. Dan hari ini aku berkreasi dengan warna biru laut dan kelopak berwarna emas.
Aku memang hebat. Dalam satu bulan ini, Shi Wan oppa tidak menemukanku. Padahal gosip yang sudah beredar selama satu minggu ke belakang ini, ada seorang fans gila yang membuntuti Shi Wan oppa dan mengiriminya bunga-bunga origami setiap hari.
Aku tersenyum puas.
Kuletakkan dua buah stiker bergambar hati di sisi kanan dan kiri bunga origami ini. Sedikit berbeda, karena ini bunga origami ketiga-puluhku.
Aku berangkat lebih pagi hari ini. Karena syuting akan dimulai lebih awal. Dan aku berniat untuk datang lebih dahulu daripada Shi Wan oppa. Karena aku berdandan lebih feminin hari ini, dengan blush-on berwarna merah muda yang sengaja kupakai di kedua pipiku.
Sekali-kali, aku ingin Shi Wan oppa melihatku sebagai wanita, bukan bagian kreatif yang membuat rencana-rencana program yang diinginkannya.
Pukul 7 pagi, dan kantor masih sepi.
Hanya ada Doo Ri onnie yang sibuk dengan kertas-kertas kerjanya hari ini. Sepertinya dia tidak pulang semalam. Setelah menyapanya sebentar, aku meletakkan tasku di atas meja ruanganku, dan menyembunyikan bunga origamiku di kolong meja.
“Noona, kau sudah datang?” Sapa Jin Wook yang juga baru datang, sambil menenteng sebuah tas besar.
“Pagi, Jin Wook.” Sepertinya aku mengenali tas itu.
Bukankah itu tas saxophon milik Shi Wan oppa?
“Jin Wook-ah, tas siapa yang kau bawa?” Tanyaku berlagak polos.
“Oh, Shi Wan hyeong. Dia terburu-buru harus ke ruangan master control, jadi menitipkannya padaku.”
Mendapat penjelasan yang cukup, aku pun mendapatkan ide brilian.
Hari ini, aku bisa dengan mudah memasukkan bunga origamiku ke dalam tas Shi Wan oppa di sini, tidak perlu repot mencarinya.
Aku menyunggingkan senyumanku. Otakku memang encer.
“Jadi, kau?” Sebuah suara berat mendapatiku sedang memegang bunga origami.
“O..o...oppa...” Aku terkejut bukan main.
Shi Wan oppa mendekat ke arahku, dan menggapai sebuah bunga origami yang coba cepat-cepat kusembunyikan di balik tubuhku, terlambat.
Tanpa senyum, dia mengangkat bunga origamiku dan memberi simbol ‘apa maksudnya, ini?’ dengan kedua mata dan alisnya.
“Ah, itu hanya...” Aku mulai kesulitan membuat kalimat.
Aku dan Shi Wan oppa berada di dalam satu ruangan, ruangan kerjaku. Rupanya dia sudah kembali dari ruang master control. Mati aku. Harus bagaimana ini?
“Bisa kau jelaskan?” Tanyanya dengan pandangan yang tidak bisa ditebak. Dia terkejut, marah, atau...?
“Mianhae, Shi Wan oppa...” Ucapku mengatakan maaf kemudian berlari meninggalkannya. Seribu langkah cepat-cepat kuambil, tanpa memperhatikan mimik wajahnya lagi. Aku terlalu malu mengetahui kenyataan ini.
“Tunggu...” Ucapnya. Aku hanya mendengar kata itu.
Aku benar-benar tidak punya muka.
Ya Tuhan, apa yang harus kukatakan jika aku bertemu dengannya lagi?
Setelah meninggalkan Shi Wan oppa, aku kini berada di tangga darurat, antara lantai tiga dan empat. Masih terengah, aku masih mencoba menenangkan diriku, mengatur napas.
“Yobuseyo...?” Kataku mengucapkan halo, mengangkat telepon selularku yang berdering kencang.
“Ji Wan noona, ada yang ingin bertemu denganmu.” Ah, ini Jin Wook. Mengagetkanku saja.
“Siapa?”
“Heum, aku tidak boleh menyebutkan namanya. Dia menunggumu di lobby kantor.” Jin Wook mulai main rahasia.
Apa aku punya penggemar rahasia di sini?
Ternyata bukan hanya aku yang menjadi penggemar rahasia seseorang, tetapi seseorang juga menjadi penggemar rahasiaku? Heuh... Perasaanku sedikit membaik mendengar seseorang menggemariku.
Tanpa pikir panjang, aku langsung menuruni satu per satu anak tangga darurat yang menghubungkan ke lantai dasar lobby kantorku.
Ada yang mencariku, yatta...
Sesampainya di lobby, mataku berpencar mencari siapa yang mencariku.
Ah, bodoh. Mengapa aku tidak ingat untuk bertanya pada Jin Wook, seperti apa orang yang mencariku itu.
Aku berjalan sedikit demi sedikit, melangkah perlahan. Siapa kiranya orang itu?
Tapi, apa aku tidak salah lihat? Aku melihat Shi Wan oppa sedang duduk di salah satu sofa di lobby. Sedang apa dia? Apa yang harus kulakukan?
Aku pun langsung mengeluarkan telepon selularku dan menghubungi Jin Wook. “Jin Wook, di mana orang yang mau bertemu denganku?”
“Dia menunggumu di lobby. Sudah dari tadi.”
Menungguku di lobby? Siapa lagi yang ada di lobby ini selain Shi Wan oppa?
Aku mendadak merasa ngeri. Perlahan aku mendekatinya, seolah tidak ada yang kupikirkan dan secara tidak sengaja bertemu dengannya.
“Ji Wan...”
“Ah, Shi Wan oppa.” Aku membungkukkan tubuhku, seolah semua terjadi secara kebetulan. “Ada apa?”
“Aku yang mencarimu.” Shi Wan oppa kemudian berdiri dari posisinya dan mendekat ke arahku. Jantungku berdegup kencang.
Mataku terbelalak kaget. “Ada apa?” Tanyaku mengulangi.
“Heum... Aku harus memulainya dari mana, ya?” Aku memperhatikan gerak-gerik Shi Wan oppa yang sedikit kikuk berada di depanku. “Jujur saja, aku terkejut karena ternyata sudah satu bulan ini ada seseorang yang selalu menaruh bunga origami ini di dalam atau luar tas saxophon-ku.” Shi Wan oppa menarik napasnya, kemudian melanjutkan. “Entahlah, aku senang atau tidak dengan bunga-bunga itu.”
“Lalu?”
“Bagaimana mengatakan ini? Aku bingung.” Perasaanku mengatakan bahwa Shi Wan oppa sedikit salah tingkah. “Bodoh.” Kata itu tiba-tiba terlontar dari bibirnya.
“Bodoh? Maksudmu?” Tanyaku berlagak polos.
Tubuh Shi Wan oppa kemudian perlahan mendekatiku. Lalu tangannya melayang di atas kepalaku, mengelusnya lembut.
“Oppa?”
Shi Wan oppa kemudian menyunggingkan senyumannya. Senyuman pertama yang pernah kulihat dari bibirnya selama aku mengenalnya. Senyuman ini, untukku?
“Gomawo.” Tangan Shi Wan oppa menggenggamku sambil terus tersenyum.
Aku pun membalas senyumannya dengan gembira.
Oppa, saranghae... Ucapku dalam hati.