Sunday, March 27, 2011

REMEMBER, ME


By: NTan SShee

(@nTansss)

Namaku Leslie, dan aku sekarang sudah berusia 25 tahun.

Setidaknya hanya itu yang bisa kuingat dari seluruh kehidupanku. Sisanya, entahlah. Aku sama sekali tidak bisa mengingat siapa diriku (selain namaku tentunya), di mana keluargaku, dan bagaimana kehidupanku sebelumnya. Hanya dua hal tadi yang masih bersisa dari ingatan di otakku.

Kata dokter, aku mengidap amnesia ringan. Dan mungkin saja seluruh ingatanku akan seketika kembali. Namun ini sudah tahun ketigaku, dan aku belum bisa mengingat lebih. Sebetulnya aku sangat penasaran, seperti apa aku di kehidupan sebelumnya. Tapi dokter di tempat ini selalu mengatakan aku tidak boleh terlalu memaksa kondisiku, karena bisa saja aku semakin sakit dan tidak bisa mengingat apa-apa, selamanya. Kata dokter memang ada benarnya, terkadang kepalaku terlalu sakit saat aku mulai nakal dan mencoba mengingat (lebih tepatnya memaksa mengingat-ingat) mengenai asal-usulku. Dan setiap itu terjadi, aku hanya bisa pasrah berada di ruang perawatan, dengan satu buah infus yang menjuntai di tangan kananku, dan sebuah cairan penenang yang dimasukkan melalui lubang jarum suntik.

Aku pun terkadang merasa aneh dengan nama yang kuingat: Leslie. Nama itu terdengar seperti nama orang-orang barat. Padahal jika aku berkaca, wajahku sama sekali tidak nampak kebarat-baratan. Mataku bulat utuh, dengan lipatan mata yang tidak terlalu besar. Hidungku memang sedikit mancung dan perawakanku yang tinggi. Namun dengan rupa seperti ini, aku meyakinkan diriku bahwa aku adalah orang Asia. Tapi entahlah, mengapa aku mengingat bahwa namaku adalah Leslie? Mungkinkah aku orang keturunan?

---

Sudah satu bulan, sejak musibah tsunami menggempur daratan perfektur Miyagi ini, aku tidak pernah meninggalkan lokasi ini. Dengan seragam yang sama, dan dengan aktivitas yang sama.pula, masih membantu masyarakat yang terkena bencana dengan aksi sosialku. Bersama dokter-dokter yang sudah kuanggap keluarga, dan beberapa anggota tim relawan lain yang menjadi anggota inti regu penolong ini. Ada sepuluh orang, dan aku salah satunya.

Aku sangat menyukai dunia ini, dunia sosial dan menjadi relawan. Kadang aku berpikir, mingkin sebelumnya aku juga adalah seorang relawan sosial yang suka membantu orang lain yang tertimpa bencana, atau mungkin seorang dokter yang kemudian terkena amnesia.

Sudah pukul 10 malam.

Semua korban selamat sudah terlelap di dalam tenda berwara putih yang disiapkan tim relawanku dan tim relawan negara lain yang bekerja sama. Aku dan tim relawanku juga berasal dari Jepang, dan dalam ingatanku sekarang, aku memang tinggal di Jepang selama tiga tahun ini. Beberapa anggota timku memang orang Amerika, tapi sebagian besarnya adalah warga negara Jepang. Jadi kemungkinan aku adalah orang Jepang juga sangat besar.

“Leslie, mengapa belum tidur?” Ucap ketua tim relawanku, Kak Fukutaro.

Aku tersenyum dan membalas, “Aku masih mau melihat bintang.”

Aku hanya mencari alasan.

“Baiklah. Jika sudah mengantuk, kau langsung masuk, ya.” Perintahnya.

Aku mengangguk tanda setuju. Dan Kak Fukutaro pun masuk ke dalam tenda yang dibuat khusus untuk anggota tim relawan kami.

Aku kembali memfokuskan pandanganku pada perbukitan hijau ini.

Pemandangan malam di sini sebenarnya sangat bagus. Andai saja tsunami yang datang tidak dibarengi gempa. Bukit ini pasti tidak akan seberantakan ini.

Hhhhh... Aku menghela napasku dalam, dan mulai memperhatikan deretan bintang yang mampir ke atas langit di sekitar lokasi bencana ini.

Setidaknya masih ada hiburan malam di tengah peristiwa kelabu ini.

Sudah lima belas menit.

Dan aku masih memandangi dengan seksama bintang-bintang itu.

Uhuk-uhuk...

Suara seorang laki-laki yang terbatuk menyadarkanku, dan membuatku membelokkan mataku, mencari sosok yang rupanya sudah berdiri manis di belakangku.

“Hai...” Sapanya lembut.

Aku hanya tersenyum.

“Kau tidak ingat aku?” Tanyanya polos.

Aku hanya menggeleng.

“Benar tidak mengingatku?”

Aku kembali menggeleng.

“Bisa kau coba mengingatku?” Tanyanya percaya diri.

Aku semakin bingung dan tidak mengerti.

Aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya, kecuali... Kecuali saat aku dan dia bertabrakan satu bulan yang lalu, tepat saat aku dan tim relawanku baru tiba di lokasi bencana ini.

“Kau, orang yang menabrakku waktu itu.” Ucapku datar.

“Selain itu?”

“Selain itu aku tidak ingat.”

“Benarkah tidak ingat aku?” Tanyanya lebih lanjut, dan dia kemudian mendekatkan wajahnya ke depan wajahku. Seolah meyakinkan kalau dia adalah orang yang patut kuingat.

Aku menjauhkan wajahku dari wajahnya, dan sedikit memundurkan tubuhku.

Melihatku yang seperti menghindar, dia pun memundurkan dirinya sedikit.

Mengapa aku melihat raut kekecewaan yang terpampang jelas di matanya?

“Baiklah, aku tidak akan memaksamu mengingatku.” Ucapnya sambil tersenyum kemudian melanjutkan, “Tapi jika kau sudah mengingatku, langsung hubungi aku. Dan aku jamin, aku akan langsung berlari menemuimu. Aku janji.”

Laki-laki ini terlalu menggebu.

“Baiklah.” Jawabku singkat. “Tapi namamu?”

Dia hanya tersenyum. “Biar kau ingat sendiri siapa namaku, Leslie.” Kali ini dia yang memberiku teka-teki. Dan dia mengetahui namaku. Dasar laki-laki aneh.

---

Masih pagi.

Sebagian besar pengungsi sudah mulai bisa menerima keadaan mereka. Terlebih lagi setelah pemerintah Jepang menyetujui proyek pembangunan kembali pemukiman mereka yang telah hancur. Setidaknya mereka sedikit lega. Aku pun juga merasa lega.

Dari kejauhan, aku secara tidak sengaja memandangi laki-laki semalam yang menghampiriku. Dia mengenakan pakaian yang hampir sama dengan pakaianku. Mungkin dia juga seorang relawan dari tim lain di sini. Atau mungkin juga seorang penyusup? Mungkin.

Senyumanku sedikit berkembang. Kala laki-laki itu mulai bertindak aneh. Ada saja benda yang mulai dijatuhkannya, atau bertabrakan dengan anggota relawan lain. Mungkin laki-laki ini punya hobi menabrak orang?

Sekelebat bayangan dirinya tiba-tiba melintas.

Dan saat itu aku merasakan pusing.

Ya Tuhan, tidak mungkin dia adalah laki-laki yang pernah ada dalam kehidupanku sebelumnya, bukan?!

Lima menit kemudian aku bisa mengendalikan rasa sakit ini. Tapi aku masih penasaran, siapa laki-laki itu sebenarnya. Tanpa pikir panjang, aku mulai mencoba mengingat. Meski tidak terlalu memaksa otakku untuk bekerja lebih keras.

Mataku mulai menerawang, pikiranku mulai berjalan ke sana ke mari. Mencari satu titik terang tentang masa laluku. Di mana mungkin saja ada ceritaku dan dia...

Otakku sedikit bekerja lebih baik saat ini. Dia mau menawarkan sedikit kemurahannya untuk menampakkan sepenggal kehidupan masa laluku. Ah, akhirnya.

Ingatanku kini bermuara pada sebuah pantai yang luas dan lengang. Tidak ada apapun yang terhampar di hadapannya. Aku hanya melihatku, melihat diriku yang menatap dalam deru ombak di tengah laut. Aku seolah menunggunya, menunggu sesuatu. Lalu kemudian sebuah kapal feri datang mendekat, dan semakin dekat ke arahku.

Tubuh itu sepertinya milik seorang laki-laki. Nampak kegagahan di situ. Dan benar saja, laki-laki itu memeluk tubuhku erat. Mungkin kami memang sudah lama tidak berjumpa karena kepergiannya.

Namun kemudian... Angin laut mendadak mengencang, dan berhembus berlebihan. Kapal feri yang sebelumnya dinaiki laki-laki itu sudah terbalik di tengah lautan lalu menghilang. Aku berpegang erat pada pinggangnya dan berusaha bersamanya keluar dari keadaan ini. Siapa tahu aku dan dia bisa mencari pertolongan.

Peganganku padanya semakin erat.

Tapi sepertinya nasib tidak ingin aku dan dia bersama.

Ternyata benar, angin yang berlalu begitu kencang memisahkan genggaman kami. Aku terlempar ke selatan, dan dia ke utara.

Ahhhh... Tidak, kepalaku mulai sakit lagi.

“Leslie... Leslie...” Seru sebuah suara, menyadarkanku ke dalam dunia nyata dan berhenti mengingat masa laluku.

Aku masih belum bisa berkonsentrasi untuk mendengarnya dengan jelas.

“Leslie...”

Tanpa kata, aku memeluk tubuh orang yang terus menyeru namaku. Dan aku menangis sejadi-jadinya di atas bahunya.

“Kau mencoba mengingatku, ya? Lalu, apa yang kaudapat?” Tanya si suara tadi.

“Ken...???”

“Ah, akhirnya kau mengingatku, Leslie!”

Apa, aku mengingatnya?

Aku bahkan tidak sadar nama apa yang baru saja terlontar dari bibirku. Dan dia bilang aku mengingatnya?

Aku menggeleng di dalam pelukannya. Sesaat kemudian mencoba melepaskan diriku sambil mengerjapkan mataku dan menatapnya bingung.

“Ken?”

“Ya?” Jawabnya singkat. “Terima kasih karena sudah mengingatku, Leslie.” Tatapannya sangat bersahabat, dan senyuman di bibirnya sangat nyaman kupandang.

“Kau Ken?”

Ken lagi-kagi tersenyum.

Aku Leslie, dan dia Ken. Hanya itu yang kutahu dan bisa kuingat sekarang.

“Tidak apa, aku akan menunggumu sampai kau ingat betul siapa aku. Aku tidak akan lupa janjiku. Sungguh.”

Aku merasa lega mendengar ucapannya. Dan aku pun bertekad untuk meneruskan usahaku sedikit demi sedikit untuk mengingat masa laluku. Semoga memang dia yang ada di masa laluku sebelumnya.

---

6 comments:

  1. Saya jadi ingat remember me-nya sophie kinsella...

    ReplyDelete
  2. Ahh..sophi kinsella? Siapa itu? Haha... Saya terinspirasi dari iklannya yang bilang the sweetest itu lohh ^^

    ReplyDelete
  3. Sophie Kinsella, novelis dr Inggris, pnulis serial Shopaholic.
    Dia punya nvl judulnya Remember Me, cerita ttg amnesia juga

    ReplyDelete
  4. Ohh I see. Yah, sometimes writer did the same way as other thinks :D

    ReplyDelete
  5. Ya. Asal jgn plagiat saja. Hehehehe

    ReplyDelete
  6. ching^_^ follow me and i will follow u

    http://jalz-cassieast.blogspot.com/

    ReplyDelete