Wednesday, March 23, 2011

I WILL LOVE YOU (UNTIL IT'S SUN IN THE DARK)


By: NTan SShee

(@nTansss)

Irama musik hip-hop mengalun kencang dan semakin keras membahana di ruangan dengan deretan alat-alat perekam musik, mixer musik yang sudah dihasilkan, serta soundsystem berukuran raksasa, di mana aku mengulaikan tubuhku lemas di atas sofa panjang seperempuk. Ya, aku memang berada di dalam studio rekaman dan olah vokal. Tidak ada seorang pun di sini. Tidak ada Hong Sajang-nim (Direktur Hong, produser rekamanku) maupun Jeon Goon Hyeong (Kak Jeon Goon, road manager-ku) yang menemani, hanya aku dan tumpukan foto-foto diriku yang harus kububuhi tanda tanganku di baliknya. Sangat membuatku jenuh, seperti biasanya.

Sudah sore, tapi aku masih terkungkung di tempat ini.

Sesekali aku membangunkan tubuhku, dan melihat jalanan kota Seoul yang mulai ramai dipadati orang-orang yang baru selesai bekerja. Distrik Apgujeong memang distrik terbaik di kota ini! Bagaimana tidak, ada banyak toko dengan isi yang menarik di dalamnya. Ada toko baju bermerk, sampai cafe yang membuat perut kenyang karena suguhan menu yang menggugah selera.

Ah,aku jadi lapar.

Tapi aku tidak boleh begitu saja keluar dari gedung ini. Karena aku harus mengerjakan semua tanda tangan ini. Sungguh melelahkan.

“Jun Ho-ya...” Seru sebuah suara dari balik pintu dan membukanya.

Aku terkejut, dan membalikkan pandanganku pada sosok yang menyerukan namaku.

“Ya?”

“Kau punya jadwal sibuk besok. Pulanglah, dan kerjakan tanda tangan ini di apartemenmu. Penggemarmu pasti tidak suka melihatmu memiliki mata panda seperti itu jika kau terlalu lelah.” Kata Jeon Goon Hyeong. Dia memang orang yang paling mengerti diriku.

“Baiklah, Hyeong. Aku akan pulang, dan kembali ke sini esok hari untuk melanjutkan promosi.”

Aku pun segera mengemasi barang-barangku; tas ransel hitam pemberian seseorang yang terlalu berarti bagiku sehingga selalu kubawa kemana-mana, kacamata hitam yang kuletakkan begitu saja di atas meja dekat tumpukan fotoku, serta IPad yang masih menyala dan kubiarkan.

---

“Untuk dia yang meninggalkanku, lagu ini khusus untukmu.” Ucapku pada penutupan meet and greet hari ini. Seluruh penggemar yang sebagian besar adalah perempuan bersorak riuh. Entahlah, mengamini ucapanku atau malah merasa kesal karena cemburu pada penyanyi idolanya ini.

Dan aku mulai menyanyikan lagu itu, lagu berjudul I Will Love You, Until It’s Sun in the Dark, yang kubuat satu tahun yang lalu, khusus untuknya. Seseorang yang telah meninggalkanku, meninggalkan banyak kenangan untukku.

Satu menit pertama lagu itu, aku menyanyikannya dengan sempurna. Banyak orang yang mengatakan suaraku ini unik, makanya aku terkenal. Tidak sedikit orang juga yang mengatakan aku pandai bernyanyi dan bereksplorasi vokal. Itu kata mereka. Tapi pada menit selanjutnya, mataku mulai menerawang. Bagai tidak tahan, aku mulai meneteskan air mataku di balik kacamata hitam yang kukenakan. Suaraku mulai melirih. Dan para penggemarku yang berdiri tepat di hadapanku (yang saat ini berkisar dua ratus orang) mulai berteriak bersamaan.

Uljima... Uljima...” Ucap mereka sambil menggoyang-goyangkan papan nama yang mereka bawa beserta poster-poster bergambar diriku.

Uljima berarti jangan menangis, kata-kata itu yang bahkan keluar dari para penggemarku, tidak bisa menghentikan emosiku sekarang. Sepertinya dada ini terlalu sesak untuk menahannya.

Uljima... Uljima...

Mereka terus saja beryel-yel seperti itu. Di akhir lagu, aku pun bisa mengendalikan emosiku dan menunjukkannya pada mereka, seraya membungkukkan tubuhku tanda terima kasihku pada mereka yang telah hadir, kemudian berlalu begitu saja ke dalam ruang rias.

Aku (akhirnya) mengeluarkan air mataku lagi, di ruang rias.

“Hey, Jun Ho! Kau ini laki-laki, buat apa menangis seperti itu?!” Ujar Jeon Goon Hyeong dengan nada yang memberiku semangat.

Aku masih tak bergeming.

“Sudahlah. Berakhirnya suatu hubungan tidak harus ditangisi dan disedihi seperti ini, bukan? Lagipula, bukankah itu sudah lama berlalu? Kau harus segera mencari penggantinya.”

“Seharusnya. Tapi...” Ucapku sambil masih menangis. “Aku bahkan rela menyusulnya, Hyeong.” Lanjutku nampak putus asa.

Jeon Goon Hyeong hanya menatapku kasihan.

Ya, hubungan percintaanku memang sudah lama berakhir. Berakhir? Ya, mungkin memang benar berakhir.Namun harus kuakui, menghapus apapun tentang dirinya malah membuatku semakin sakit.

---

“Eun Ji-ya... Aku datang...” Kalimat pertama yang meluncur dari bibirku pagi ini.

Perlahan aku melangkahkan kakiku ke depan pusara berbalut rumput segar yang nampak menggemuk karena berada di dekat bukit. Bunga tulip berwarna putih kesukaannya serta sebotol soju –arak khas Korea–, yang kujinjing dari dalam mobilku, kuletakkan hati-hati ke sebelah makamnya.

“Bunga tulip, seperti biasa. Untukmu, Eun Ji.” Ujarku sambil memindahkan bunga tulip putih itu ke atas pusara.

Aku masih meratapi kepergian Eun Ji hingga hari ini. Di mana tepat satu tahun dia pergi tanpa pesan.

“Eun Ji-ya...” Aku mulai berbicara sendiri pada pusaranya. “Aku berhasil membuatnya, lagu itu, lagu yang beberapa hari yang lalu pernah kunyanyikan untukmu di sini, aku berhasil memasukkannya ke dalam album keduaku. Sangat bagus, bukan?” Seruku sambil terus memperhatikan foto Eun Ji bersamaku yang terpampang di dekat bunga tulip.

“Kau mau mendengarnya lagi? Ah, baiklah-baiklah. Penyanyi idola paling terkenal di Korea ini, akan menyanyikannya spesial untukmu!”

Aku kemudian mulai menyenandungkan lagu itu sendirian, khusus untuknya.

I will love You...

Until it’s sun in the dark

I will love You...

Until there’s a light when it’s a night

Damn, I just can’t forget You

This love, will never end

You know what it means to be

Dear, I love You...

I will love You...

Until it’s sun in the dark

Though You gone far

Though You burnt and lost

Though You’re not even here

Dear, I love You

Sejenak aku termenung, mengingat kembali hari terakhirku bersama Eun Ji saat itu.

“Eun Ji-ya. Aku janji, di depan makammu ini, aku akan mencintaimu, selamanya. Walaupun ragamu tidak ada lagi di sini, aku tetap akan mencintaimu. Tidak akan berhenti. Kau harus ingat itu, ya, Eun Ji.” Aku pun mulai berikrar sendiri. Dan tetesan air mata mulai memenuhi pipiku, keduanya.

---

No comments:

Post a Comment