By: NTan SShee
(@nTansss)
Aku berdiri seperti biasa di sini, di lokasi yang sama, di waktu yang sama, dengan peralatan tempurku yang sama pula; seperangkat kamera SLR ekstra-zoom yang melingkar di leher, kacamata ber-frame hitam dengan kaca bening berukuran sedang, sneakers merah, serta kaos oblong bermotif garis-garis. Dengan posisi yang sama, aku masih sigap menantinya di sini, lelaki berparas cantik, berkulit putih segar, dengan alis tebal menghiasi wajah tanpa jerawatnya.
Mata tajamku menerawang jauh, memperhatikan tiap sudut area ini, memastikan tidak ada satu titik pun yang kulewati tentangnya, memastikan tidak ada satu noda pun yang menghalangiku menyaksikan seluruh tingkah laku dan gerak-geriknya. Dia, seseorang yang telah membuatku menjadi seperti sekarang.
Distrik Itaewon siang-siang begini memang cukup ramai. Bukan hanya orang-orang yang berlalu-lalang dengan macam-macam kesibukan mereka, tapi siang ini, seperti biasa, karena ada lelaki itulah, distrik ini tampak menjadi lebih ramai. Lelaki itu makan siang di salah satu restoran di distrik ini. Entahlah, dengan siapa lelaki lain di sampingnya.
Aku masih setia menantinya keluar dari restoran, menanti di ujung jalanan distrik ini.
Kepalaku celingukan. Sepertinya dia sedang membayar makanannya, bersiap keluar. Dan aku pun bersiap dengan kameraku. Menyalakannya, membidik sasaranku, kemudian memicingkan mataku dengan benar.
Cekrek...
Aku mendapatkan gambarnya, bersama seorang lelaki lain, mungkin sahabatnya?
Dia mengenakan jaket hitam tebal yang juga hampir menutupi separuh wajahnya. Matanya ditutupi kacamata hitam, berkupluk hitam, bersepatu hitam. Hari ini warna hitam benar-benar menenggelamkannya. Tapi aku tetap tahu bahwa itu dia.
Lelaki yang sudah kukuntiti selama lebih dari lima tahun. Ya, lima tahun.
Kim Jae Joong berjalan dengan cepat ke dalam mobil yang diparkir di deretan valet tidak jauh dari pintu keluar restoran. Ada banyak penggemarnya yang menanti di depan sana. Tapi ia cuek saja, meninggalkan mereka begitu saja, hanya melambaikan tangan tandanya menyapa. Sahabatnya pergi dengan mobil di belakang Jae Joong.
Yakin dengan situasi ini, aku mengambil motor matic-ku dan melajukannya kencang, menyusul mobil Jae Joong yang juga mulai melaju kencang dan menambah speed-nya.
Kini aku tidak bisa mengabadikan gambarnya. Biarlah, aku akan melakukannya nanti. Yang penting sekarang adalah mengetahui ke mana dia.
Aku membuntutinya, tepat di belakang mobil sport dua pintu berwarna hitam miliknya. Mencoba menyelipnya ke kanan, ke kiri, dan kini tepat berada di sampingnya. Memastikan itu benar adalah dia yang menyetir, aku melongokkan kepalaku ke arahnya. Ya, itu memang dia, Kim Jae Joong, penyanyi favoritku sepanjang sejarah.
Saat melajukan motor, aku terus berpikir. Apakah aku akan menghentikan setirnya dan memaksanya melihatku? Ah, tidak-tidak. Aku mungkin bisa dipenjara karena perbuatan aneh itu. Atau apakah aku akan berteriak saja di samping mobilnya agar dia mengetahui keberadaanku? Ah, sepertinya juga tidak. Dengan ini saja, dia pasti sadar kalau aku menguntitnya sejak tadi.
Aku putuskan untuk berada di sampingnya saja. Memperhatikannya dengan segenap jiwaku saja sudah cukup.
---
Setengah enam pagi.
Aku sudah berada di daerah Gangnam-gu, lokasi apartemen Kim Jae Joong, masih lengkap dengan peralatan tempurku seperti biasa.
Kali ini aku bersembunyi di balik tiang listik berukuran sedang, memastikan setengah jam lagi Jae Joong akan berangkat mengawali aktivitasnya hari ini. Sebelum Jae Joong datang, aku pun memastikan diriku untuk tidak kehabisan tenaga mengikutinya hari ini. Dengan dua potong cheese sandwich yang kubuat subuh ini di rumah, aku mengunyah sarapanku cepat sambil berdiri, lalu meneguk satu kantong susu segar yang baru kubeli dari minimarket dekat rumah.
Ah, itu dia. Dia datang.
Perlahan Jae Joong membuka pintu mobilnya. Rambutnya masih dibiarkannya sedikit berantakan, dengan kacamata hitam yang selalu setia menemaninya. Jae Joong mulai menyalakan mesin mobilnya.
Aku tidak mau kalah. Dengan sedikit berlari, aku menghampiri sepeda motorku dan menyalakannya, memakai helmet, dan bersiap di depan kemudi.
Namun setelah lima menit kutunggu, mobil Jae Joong masih belum bergerak, entah apa yang dipikirkannya. Tapi mengapa seolah aku melihat Jae Joong memperhatikan jalanan di belakang mobilnya dari spion mobilnya? Oh tidak, apakah dia melihatku?
Aku membenamkan kepalaku ke dalam lipatan scraf merah yang kukenakan untuk menutupi dingin. Semoga Ia tidak menyadari kehadiranku, yang sebenarnya sangat nyata ini.
Jae Joong membuka pintu mobilnya, perlahan keluar.
Aku terkaku. Dia sepertinya, menghampiriku?
Aku terus mengerjapkan mataku, semakin cepat, secepat jantungku yang seolah berlari begitu cepat.
Ya Tuhan...
“Ya...” Serunya dengan suara keras ke arahku, sambil memamerkan telunjuk kanannya padaku. “Apa yang kaulakukan pagi-pagi begini di distrik ini?!”
Jae Joong semakin mendekatiku, aku tak bergidik.
“Kau sasaeng?” Tanyanya tiba-tiba. “Kau sengaja menguntitku sejak lama, bukan?!” Judge-nya padaku begitu saja.
Aku masih tidak bergidik.
“Ya...” Dia kembali menyeruku.
Dalam semenit, aku kehilangan nyaliku di hadapan idolaku sendiri. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?
Dalam diam aku terus berpikir, dan pikiran bodoh yang kulakukan kini: memasang aba-aba untuk melajukan sepeda motorku secepat mungkin.
Aku meninggalkan Jae Joong yang nampaknya sedikit marah karena merasa dikuntiti. Maafkan aku, Jae Joong...
Aku memperhatikan spionku, memperhatikan sisi jalan di belakangku, Jae Joong masih berdiri memperhatikanku yang meninggalkannya tanpa menjawab sepatah kata pun. Jae Joong masih berdiri di situ, terlihat kesal.
---
Kejadian pagi ini masih tidak membuatku kapok dan kehilangan seluruh semangatku untuk menjadi stalker sejati Jae Joong. Kini aku berada tepat di dalam toko di seberang salon langganan Jae Joong, salon di mana setiap pagi setelah bangun tidur, Jae Joong selalu ke sini untuk membetulkan penampilanku.
Itu dia. Aku bilang juga apa.
Jae Joong datang dengan mobilnya, aku tetap berharap Ia tidak menyadari kehadiranku di dalam toko es krim pagi-pagi begini.
Jae Joong keluar dari mobilnya. Sedikit demi sedikit memperhatikan sekitar gedung salon dan memastikan tidak ada seorang stalker sepertiku di dekatnya, dan kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam salon distrik Insa-dong.
Aku menyalakan kamera SLR-ku, menangkap gambarnya yang sedang memasuki salon dengan rambut berantakan, yang sebenarnya pun masih sangat tampan dengan dandanan seperti itu, aku menyukainya.
Cekrek... Cekrek... Cekrek...
---
Dua jam berlalu, dan aku memutuskan untuk keluar dari toko es krim, menghampiri mobil sport Jae Joong.
Kebetulan, sang pemilik sedang tidak ada. Bolehlah, sesekali aku mengelusmu wahai mobil kesayangan idolaku.
Aku mendekati mobilnya, memegangnya lembut, mengelusnya, dan mendapatkan ide untuk mengabadikannya. Aku mengeluarkan handphone-ku dari dalam saku celana hitamku, dan mulai mengambil gambarku bersama mobil ini. Satu gambar, dua gambar, tiga gambar. Kemudian dengan kamera SLR-ku, aku mengabadikan mobil Jae Joong yang sedang terparkir sendirian.
“Ya...!!!” Sebuah suara tiba-tiba menyeruku. Langkah kaki yang sedikit berlari menghampiriku.
Oh, tidak...
“Mau apalagi kau, di sini!”
Suara Jae Joong, Ia mendapatiku berkeliaran di dekat mobilnya.
Aku lagi-lagi tidak bergidik. Kemudian Jae Joong menyentuh bahuku dan membalikkan tubuhku untuk menghadapnya. Aku menundukkan kepalaku dan memejamkan mataku, tidak sanggup melihat tatapannya.
“Sasaeng, mau apalagi kau?!” Tanyanya, suaranya sedikit lebih meninggi.
“Aku... Aku...” Aku gemetaran, suara tidak keluar dari mulutku.
“Maafkan aku, Jae Joong Oppa...” Aku meminta maaf padanya sambil membungkuk. “Jae Joong Oppa, saranghae...” Seruku sambil sedikit melompat dan mendapati bibirku mendarat mulus di pipi kanan Jae Joong, aku berhasil mengecupnya. Lalu dengan sekuat tenaga meninggalkannya dengan wajah kemerahan. Mungkin karena marah.
Oppa, maaf.
“Ya, sasaeng! Jangan pernah kembali ke mari, ke dekatku!” Perintah Jae Joong dengan suara yang keras.
“Maaf...” Seruku lebih keras lagi, tanpa menghentikan pelarianku.
---
Keesokan harinya, seorang penguntit lain mendapati fotoku yang sedang mengecup pipi kanan Jae Joong dan menjadi pembicaraan hangat netizen. Aku bersiap menghadapi mimpi buruk yang semoga berakhir indah. Mungkin saja Jae Joong akan mengirimiku ke pengadilan. Semoga tidak.
Mianhae, Jae Joong Oppa. Maafkan aku.
---
No comments:
Post a Comment